Tags

, , ,

Title : Don’t Leave Me 1

Pairing : Wonkyu

Disclaimer : All casts are belong to their self and God

Warning : Un-betaed, GS, OOC, AU

( 。・_・。)(。・_・。 )

Tanah yang mengubur peti mati kekasihku masih basah dan bertebaran dengan bunga-bunga. Pemberian dari semua orang yang hadir dipemakamannya. Semua orang disini bersedih atas kepergiannya. Ada yang menangis, ada yang tegar walau terbesit penyesalan karena tidak bisa melihatnya lagi, berbagai macam emosi dikeluarkan hari ini. Tapi aku yakin esok harinya mereka akan bisa bangkit kembali dari kesedihan ini. Esok hari mereka bisa melanjutkan hidupnya dan menyimpan kenangan dengannya sebagai bagian dari pendewasaan mereka. Namun bagiku, aku takkan bisa melanjutkan hidupku seperti sebelumnya. Aku merasa seperti mayat hidup, saat dia pergi. Dia separuh jiwaku, dia separuh hidupku. Bagaimana mungkin aku bisa bertahan tanpa dia. Bagaimana mungkin aku bisa melanjutkan hidupku tanpa dia. Bagaimana mungkin? Kenapa dia begitu tega meninggalkanku seperti ini? Kenapa dia tidak mengajakku bersamanya? Kenapa dia melarangku untuk menyusulnya? Dia tahu bahwa aku hampa tanpa kehadirannya disisiku. Kenapa Shiyuan?

Korea

“Kyuhyun-ssi, gaun ini untuk model yang mana?” tanya asistenku, Kim Ryeowook, sambil membawa sebuah gaun pengantin panjang berwarna putih susu. Aku melihat sekilas gaun tersebut dan menunjuk kearah salah satu model yang akan ikut dalam pergelaranku kali ini.

“Kim Jaejoong.”

“Oh, baik. Kalau setelan jas ini?” Ryeowook kembali memperlihatkan satu setelan jas berwarna hitam padaku. Dan kembali aku menunjuk kearah salah satu model pria yang berdiri didekat Kim Jaejoong, model yang aku tunjuk terlebih dulu.

“Jung Yunho.”

“Oh. Baik, terima kasih Kyuhyun-ssi.”

“Hm.” Aku mengumam singkat. Ryeowook hanya membungkuk hormat padaku sambil berjalan kearah dua model tersebut. Dia memang sudah biasa dengan sikapku yang acuh. Aku memang tidak mau terlalu dekat dengan orang lain. Aku hanya ingin ditinggal sendiri, apalagi saat aku sedang bekerja seperti itu. Aku tidak perduli dengan orang lain selain pekerjaanku yang seperti menyelesaikan gaun yang ada didepanku. Gaun pengantin yang akan menjadi gaun penutup pada pergelaranku nanti. Gaun yang seharusnya menjadi gaun pernikahanku jika kekasihku tidak meninggal karena sakit kanker yang dideritanya tiga tahun yang lalu.

Ketika mengingat tentang kekasihku, aku serasa terbang ke masa lalu saat aku menemaninya. Menemani dia disaat terakhirnya. Di saat dia kalah melawan kanker yang menggerogoti tubuhnya selama bebeberapa tahun ini. Aku memang bersamanya saat itu, tapi yang menjadi penyesalanku sampai sekarang adalah karena aku tidak pernah tahu jika dia mengidap pernyakit menakutkan itu. Aku tak pernah sadar bahwa dia begitu menderita karena penyakitnya. Aku tidak bersamanya saat dia berjuang sendirian untuk bisa sembuh walau pada akhirnya Tuhan terlalu menyayanginya sehingga dia mengambilnya dariku.

Flashback

Aku melihat kondisi Shiyuan yang semakin melemah dari hari ke hari. Tubuh Shiyuan yang tadinya gagah menjadi kurus. Rambut hitamnya yang halus sudah tidak berkilau lagi dan semakin menipis karena pengaruh kemoterapi yang dijalaninya. Kulitnya yang coklat dan sehat menjadi pucat. Aku seperti tidak mengenali lagi siapa orang yang sedang berbaring dengan segala alat medis ditubuhnya saat ini. Namun ketika aku melihat lesung pipit miliknya itu saat dia memberikan senyum manisnya padaku ketika dia terbangun dari tidurnya dan melihatku masih duduk menemaninya di ruang perawatannya ini, aku tahu bahwa orang ini adalah pria yang sangat aku cintai. Pria yang berjanji akan menikahiku jika dia sembuh dari penyakitnya.

Aku membalas senyumannya dengan membelai lembut pipinya yang sekarang lebih cekung. Aku terus membelai wajahnya sambil membawa telapak tangannya yang bebas dari jarum infus ke wajahku. Aku ingin dia merasakan kehangatan dan rasa cinta yang bisa aku salurkan padanya. Aku ingin dia tahu bahwa aku akan selalu ada untuknya.

“Kuixian.” Dia memanggilku nama mandarinku dengan lirih. Aku hanya tersenyum menanggapinya dan masih terus membelainya walau sekarang tanganku sudah beranjak ke rambutnya. Aku mendekatkan diriku agar aku dapat mendengar Shiyuan dengan jelas.

“Ada apa?” tanyaku lembut. Shiyuan menggeleng pelan.

“Tidak apa. Aku hanya ingin memanggilmu. Kau sangat cantik Kuixian.” Pujinya padaku. Aku tertawa kecil mendengar pujiannya itu. Shiyuan selalu saja mengatakan itu padaku, bahkan saat aku berantakan sehabis bangun tidur.

“Kau juga sangat tampan.” Aku balas memujinya sambil mencium telapak tangannya dan memberikan senyuman terbaikku.

“Benarkah?” tanyanya ragu. Aku tahu kenapa dia bertanya seperti itu melihat kondisinya yang sekarang. Namun bagiku, Shiyuan akan selalu terlihat tampan bagaimana pun keadaannya sekarang. Dan aku akan memastikan dia tahu tentang itu.

“Iya sayang. Kau pria paling tampan yang pernah aku temui.”

“Terima kasih baby.” Shiyuan kembali memberikan senyumannya yang maut itu padaku. Dua lesung pipit yang menjadi cirri khasnya, membuat wajah tampan nan pucatnya menjadi lebih tampan dimataku. Aku mengangguk dan sesekali mencium pipinya. Kami terdiam menikmati waktu kebersamaan kami sampai suara Shiyuan menyadarkanku kembali.

“Kuixian.”

“Hm?”

“Berjanjilah sesuatu kepadaku.” Aku menatapnya dengan pandangan penuh tanda tanya. Dari nada suara Shiyuan aku tahu ini pasti mengenai penyakitnya. Apa yang mau dia minta dariku?

“Apa itu?”

“Jangan menyusulku ketika aku pergi nanti.” Aku tersentak mendengar Shiyuan berbicara seperti itu. Tidak, aku tidak mau dia pergi dariku. Aku yakin bahwa dia akan sembuh. Dia harus sembuh.

“Kau ini bicara apa sih? Kau akan sembuh Shiyuan. Kita akan melewati semua ini. Kita akan baik-baik saja.” Dengan nada suara yang cukup tinggi aku mematahkan ucapannya. Aku melepas tangannya dan berdiri dari tempatku. Shiyuan yang melihat aku sedikit kesal dengan permintaannya hanya menatapku dengan pandangan sendu. Dia menghela nafasnya pelan kemudian mengulang permintaannya tadi.

“Berjanji saja kau tidak akan menyusulku Kuixian.”

“Tidak! Kau ini jangan bicara seperti itu! Kau akan sehat. Kau harus percaya pada dokter yang merawatmu. Kau harus yakin bahwa kau bisa sembuh. Kau har..” Aku menolak permintaan Shiyuan dengan tegas. Aku tidak mau mendengar kenyataan bahwa hidup Shiyuan tidaka akan lama lagi. Aku selalu meyakinkan diriku bahwa Shiyuan akan sembuh. Shiyuan akan bisa bersama denganku lagi. Meskipun di sudut hatiku, aku tahu bahwa hanya keajaiban yang bisa menyelamatkan Shiyuan. Mataku mulai berkaca-kaca karena kenyataan pahit ini. Aku membalikkan tubuhku membelakangi Shiyuan agar dia tidak melihat aku menangis.

“Kuixian.” Suaranya yang lemah memanggilku, namun aku belum mau melihatnya. Tidak dengan kondisiku yang akan menangis ini. Sekuat tenaga aku menahan agar airmataku tidak jatuh. Namun kata-kata Shiyuan yang berikutnya membuat pertahananku runtuh.

“Aku sudah tahu. Aku sudah tahu hidupku tinggal sebentar lagi. Kapan saja Tuhan bisa memanggilku. Karena itu, aku ingin kau…”

“Tidak.. Tidak.. Kau tidak boleh meninggalkanku Shiyuan.. Kau..hiks..hiks.. Kau berja..berjanji ak..akan.. hiks..hiks.. akan menikahiku. Kau.. kau harus sembuh..” ucapan Shiyuan terputus karena aku memotongnya. Aku tidak mau mendengar Shiyuan yang seakan tegar menghadapi ini semua padahal aku sering melihat dia menangis seorang diri saat dia kira semua orang tertidur. Tapi aku disana, aku melihat betapa takutnya dia akan kematian yang akan segera menjemputnya. Aku tahu

“Sshh.. Kuixian.. Jangan menangis. Aku mohon. Jika aku bisa, aku tidak akan meninggalkanmu Kuixian. Namun Tuhan punya rencana lain untukku dan juga untukmu.”

“Aku hanya mau kau. Aku tidak mau punya rencana lain tanpa kau.” Aku benar-benar terpukul dengan perkataan Shiyuan. Dia sepertinya sudah sangat siap untuk meninggalkanku. Tapi aku tidak. Aku tidak bisa. Aku tidak mau.

“Aku juga ingin seperti itu baby, tapi kita tak bisa melawan takdir. Kita tidak bisa melawan kematian.” Sahutnya mencoba member pengertian padaku, tetapi sekali lagi aku tidak bisa menerima semua ini. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dan menatapnya dengan pandangan marah. Airmataku sudah mengalir tapi aku tidak perduli. Tidak perduli jika Shiyuan memandangku sedih karena sikapku ini.

“Kenapa kau selalu bicara tentang mati?! Sudah aku bilang, doktermu sedang berusaha menyembuhkanmu. Jadi bersabarlah.”

“Kuixian, dengarkan aku.”

“Tidak! Aku tak mau dengar! Aku…” segera saja aku meninggalkan ruangan itu dengan linangan airmataku yang terus mengalir. Aku berlari menjauhi ruang rawat Shiyuan menuju sebuah bukit kecil dibelakang rumah sakit ini. Aku berlari sampai kesebuah pohon diatas bukit. Disana aku menangis sekeras-kerasnya. Aku menangis mengeluarkan semua kesedihanku, kemarahanku, kegelisahanku, ketakutanku, semua perasaan yang menumpuk dihatiku sejak aku mendengar kabar bahwa Shiyuan mengidap kanker paru-paru stadium akhir. Selama aku menangis, aku selalu bertanya, kenapa Tuhan tidak adil kepadaku? Kenapa Tuhan harus memberikan cobaan seperti ini padaku? Kenapa?

Aku dan Shiyuan adalah pasangan yang berbahagia dan saling mencintai. Kenapa kami harus dipisahkan seperti ini? Aku terus menangis dan mencoba mencari jawaban dari semua pertanyaanku sampai aku tertidur dibawah pohon tersebut karena kelelahan secara fisik dan juga mental. Aku tertidur tanpa mengetahui bahwa hari itu merupakan hari terakhir aku bertemu dengan Shiyuan.

End Flashback

Shiyuan kritis malam itu. Semua pertolongan yang diberikan oleh dokter dan suster padanya tidak membuahkan hasil. Shiyuan meninggal malam itu juga. Semua keluarga Shiyuan menangis meratapi kepergian orang yang mereka cintai. Sedangkan aku, aku hanya bisa terduduk lemas ketika Shiyuan menghembuskan nafasnya yang terakhir. Aku hanya bisa menatap tubuhnya yang ditutupi oleh kain putih. Aku hanya bisa menatap kekasihku yang tidak akan bisa aku jumpai lagi. Kekasihku yang tidak akan bisa memberikan senyuman indahnya lagi. Kekasihku yang tidak akan bisa memelukku dengan lembut seakan aku terbuat dari kaca. Kekasihku yang tidak akan bisa mencintaiku lagi karena dia sudah pergi untuk selama-lamanya. Aku menatapnya, membiarkan airmataku mengalir membasahi pipiku.

Saat itu, aku hanya bisa terdiam karena aku masih belum percaya jika Shiyuan sudah tidak ada lagi di dunia ini. Selama pemakaman Shiyuan, aku tidak berkata apa pun. Aku tidak bereaksi apa pun kecuali airmata yang tanpa perintaku terus saja mengalir. Aku adalah sebuah tubuh yang hanya mempunyai separuh nyawa karena Shiyuan sudah membawa pergi yang separuhnya lagi. Jika aku tidak mengingat Shiyuan yang memintaku untuk tidak menyusulnya, pasti aku sudah ikut mati bersamanya. Namun aku tidak bisa melakukan hal tersebut bukan karena aku takut, melainkan aku tidak ingin membuat Shiyuan kecewa padaku.

Sepeninggalan Shiyuan, aku meneruskan hidupku. Aku memutuskan kembali ke Korea karena aku tak sanggup tinggal lebih lama di China dengan semua kenangan akan Shiyuan. Aku juga memutuskan untuk mengejar mimpiku menjadi seorang fashion designer. Aku bekerja siang dan malam demi impianku itu dan hanya dalam waktu tiga tahun, aku bisa menggapainya. Sekarang diusiaku yang 25 tahun ini,aku sudah menjadi salah satu fashion designer khusus untuk pernikahan. Ironis memang karena aku, yang tidak jadi menikah dengan Shiyuan dan mungkin tidak akan menikah dengan siapa pun, justru membuatkan gaun dan setelan jas untuk penikahan orang lain. Namun,aku tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Aku cukup terhibur ketika aku melihat kepuasan di wajah setiap pelangganku ketika mereka mencoba gaun atau setelan jas yang aku buat.

“Permisi Kyuhyun-ssi, model pengganti untuk Shim Changmin yang tidak bisa ikut karena kecelakaan itu sudah datang.” Aku kembali ke kesadaran awalku karena suara Ryeowook. Aku kembali ke pekerjaan awalku, menyelessaikan gaun penutup ini.

“Um, Kyuhyun-ssi. Apa kau tidak ingin melihat model tersebut?” tanya Ryeowook lagi. Tanpa membalikan tubuhku, aku menjawab pertanyaannya.

“Apa dia tinggi?”

“Hampir sama dengan Yunho-ssi.”

“Apa dia menarik?”

“Sangat menarik Kyuhyun-ssi. Aku belum pernah melihat orang setam..”

“Apa dia berjalan seperti model-model disini?”

“Um, itu.. aku belum.. Aku belum melakukan tes jalan karena aku pikir anda yang akan melakukan itu Kyuhyun-ssi.” Mendengar jawaban Ryeowook, aku menghela nafas berat karena Ryeowook tidak langsung melakukan tes jalan terhadap model baru itu untuk melihat kemampuannya sebagai runway model. Mungkin ini salahku juga karena memang untuk setiap model baru, aku sendiri yang melakukan tes tersebut. Aku tidak mau model yang tidak bisa berjalan dengan baik dan hanya mengandalkan wajah atau tubuh yang indah untuk ikut di pargelaranku.

“Ya sudah. Cepat bawa model itu kemari Wookie-ah. Biar aku lihat sebenatar. Aku masih banyak pekerjaan.”

“Mungkin jika anda mau memutar tubuh anda sebentar saja, anda sudah bertemu langsung dengannya.” Aku terkejut mendengar suara berat itu. Suara itu mirip sekali dengan suara Shiyuan. Aku memutar tubuhku dan semakin terkejut ketika menemukan wajah Shiyuan sedang menatapku. Semakin tidak percaya dengan pengeliatanku sendiri ketika pria ini memberikan senyum yang sama dengan Shiyuan.

“Shiyuan?”

“Shiyuan? Seperti nama China. Bukan Kyuhyun-ssi, nama saya Choi Siwon.” Aku tidak mendengar ucapannya kecuali namanya tadi. Choi Siwon? Siwon? Itu nama Korea yang aku berikan pada Shiyuan. Apakah ini kebetulan atau aku memang melihat Shiyuan didepan mataku? Tidak. Shiyuan sudah meninggal. Dia tidak mungkin ada disini lagi. Lalu mengapa pria ini mirip sekali dengannya?

“Kyuhyun-ssi? Anda baik-baik saja?”

“Wookie-ah.”

“Ya?”

“Kau gantikan aku. Aku mau keruanganku. Ada sesuatu yang harus kerjakan. Apa pun keputusanmu aku akan terima. Permisi.” Aku segera berjalan cepat menuju ruanganku meninggalkan pria yang mirip Shiyuan itu dan Ryeowook yang mungkin kebingungan dengan sikapku. Sayup-sayup aku mendengar pembicaraan mereka.

“Apa aku menyinggungnya?” tanya pria itu pada Ryeowook.

“Aku juga tidak tahu. Tapi sudahlah, mungkin Kyuhyun-ssi memang ada pekerjaan yang harus dia kerjakan dulu. Kau bersamaku saja ya.” Aku masih mendengar nada suara manja yang dikeluarkan oleh Ryeowook. Aku tidak perduli dengan itu, yang aku perdulikan sekarang adalah cepat masuk keruanganku.

Sesampainya didalam ruanganku, aku segera menutup dan mengunci ruangan tersebut dan beranjak ke kursi dibelakang meja kerjaku. Aku menutup kedua wajahku dengan tanganku, mencoba meresapi apa yang baru saja aku alami tadi. Aku terus berada ditempat itu dengan posisi yang sama, berusaha agar bisa mengendalikan diriku, namun usahaku sia-sia belaka. Bayangan wajah Choi Siwon selalu berputar dibenakku. Matanya, hidungnya, tubuhnya, senyumannya. Semua sama persis dengan Shiyuan. Siwon seperti kembaran Shiyuan. Aku terus berpikir apakah Siwon adalah reinkarnasi Shiyuan? Apa Siwon memiliki sifat yang sama dengan Shiyuan? Apakah Siwon memiliki kebiasaan Shiyuan? Berbagai pertanyaan baru berkecamuk didiriku, membandingkan antara Shiyuan dan Siwon.

Aku menggelengkan kepalaku. Aku tidak mau terlalu terfokus pada Choi Siwon. Aku menyakinkan diriku sendiri bahwa ada hal penting yang harus aku lakukan dibandingkan harus terus memikirkan Siwon yang mirip dengan Shiyuan. Aku terus berkata pada diriku sendiri bahwa aku tidak boleh menganggap Siwon sama dengan Shiyuan. Mereka berbeda karena Shiyuan sudah meninggal, sedangkan Siwon masih segar bugar dan merupakan salah satu model di pargelaranku nanti. Model. Oh tidak, bahkan pekerjaan yang digelutinya juga sama dengan Shiyuan. Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan?

TBC